Rumah Paron akhirnya terjual juga. Sejak Ibu saya tinggal di Jakarta, sekitar 3 tahun yang lalu, maka rumah Paron mulai diiklankan untuk dijual. Dua buah banner besar berisi iklan dipasang diatas rumah dan dipagar samping. Ibu saya sudah sepuh dan tak mungkin tinggal sendirian di Paron, walau masih ada beberapa saudara dari almarhum Bapak disana, tapi tak satupun dari kelima anaknya yang menetap di Paron. Bertahun-tahun rumah diiklankan tak ada pembeli serius yang berminat. Beberapa tahun terakhir ini, pasar properti sedang lesu, apalagi properti yang letaknya di desa seperti Paron. Tidak akan bisa mengharapkan pembeli dari luar kota. Biasanya yang akan membeli properti seperti ini adalah tetangga atau warga setempat yang bermaksud memperluas bisnis atau lahan mereka. Beberapa tetangga menawarkan minat, namun harganya tidak kunjung sesuai, hingga akhirnya target harga jual diturunkan. Awal tahun ini, ketika Covid mulai melanda, seorang tetangga yang bisnisnya memang berada di Paron mengajukan penawaran serius. Kami semua setuju dengan harganya dan rumah pun terbeli. Karena PSBB yang ketat beberapa waktu lalu dan berlanjut panjang maka proses jual beli dihadapan notaris terhambat, hingga akhirnya bulan lalu Ibu ditemani salah satu adik saya pulang ke Paron menyelesaikan proses jual beli.