Dr. Elvira Syamsir,STP. MSi
Pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Peneliti SEAFAST Center IPB
Kondisi darurat terjadi karena bencana alam, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, longsor ataupun yang terjadi karena musim kelaparan, kebakaran, konflik bersenjata dan sebagainya memaksa sebagian masyarakat untuk mengungsi dan tidak dapat hidup secara normal. Sebagai daerah yang sebagian wilayahnya rawan bencana, kondisi darurat sewaktu-waktu juga dapat terjadi di Indonesia. Pada kondisi darurat, masalah pangan menjadi faktor kritis yang penting untuk dicarikan jalan keluarnya. Keberadaan pangan darurat yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi harian pengungsi menjadi sangat penting.
Apa itu pangan darurat? Pangan darurat adalah produk pangan yang dapat langsung dikonsumsi jika terjadi keadaaan darurat. Tujuan pemberian pangan darurat adalah untuk mengurangi timbulnya penyakit atau kematian di antara pengungsi dengan menyediakan pangan yang kandungan gizinya sesuai dengan asupan harian, sampai datangnya bantuan pangan yang lebih lengkap.
Seperti apa pangan darurat di Indonesia? Hingga saat ini, perencanaan dan penyediaan pangan darurat di Indonesia sangat beragam. Bantuan pangan untuk pengungsi didominasi oleh produk instan, seperti mi. Apakah hal ini sudah tepat? Jika dilihat komposisi gizinya, maka produk pangan yang diberikan untuk pengungsi saat ini belum memenuhi kriteria pangan darurat karena komposisi gizinya belum seimbang dan tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian. Pemberian bantuan pangan seperti ini mungkin tidak masalah jika pengungsi masih memiliki akses ke pangan lainnya yang jika dikombinasikan dapat memenuhi kebutuhan gizi harian. Sebaliknya, jika pengungsi hanya mengonsumsi pangan yang diberikan tanpa ada kombinasi dengan pangan yang lain, maka pemberian pangan darurat yang seperti ini menjadi tidak tepat.
Kriteria mampu memenuhi kebutuhan gizi harian pengungsi penting diperhatikan. Distribusi kalori pangan darurat yang ideal menurut Zoumas et al. (2002) berasal dari protein, lemak dan karbohidrat dengan proporsi berturut-turut 10-15%, 35-45% dan 40-50%. Pemberian pangan darurat yang tidak memenuhi kebutuhan gizi harian berpotensi untuk menyebabkan masalah kesehatan pada korban. Kriteria lainnya dari pangan darurat adalah dapat dikonsumsi langsung dan mudah didistribusikan. Semua kriteria ini terutama menjadi sangat penting jika akses terhadap air bersih, peralatan masak dan bahan pangan lain sulit sehingga kelangsungan hidup pengungsi benar-benar tergantung pada pangan darurat yang tersedia.
Di Indonesia, walaupun pangan darurat belum tersedia secara komersial, penelitian terkait pengembangan pangan darurat sendiri sesungguhnya telah banyak dilakukan. Pangan darurat yang pernah dicoba untuk dikembangkan diantaranya adalah produk berupa cookies (Sitanggang dan Syamsir, 2010), food bars (Ladamay dan Yuwono, 2014), pangan semi basah berbasis daging (Christine, 2008), dodol (Syamsir dan Sitanggang, 2011), nasi campur ayam dalam kaleng (Syamsir et al, 2010) dan sup instan (Adiandri et al, 2011). Kelemahan utama dari produk pangan darurat ini adalah secara psikologis tidak menghilangkan rasa lapar, karena besarnya ketergantungan masyarakat terhadap nasi (beras). Beberapa diantaranya juga masih memiliki kendala teknis seperti tidak memenuhi kebutuhan gizi harian, umur simpan terbatas dan kondisinya tidak siap santap.
Alternatif produk pangan darurat berupa nasi lengkap dengan lauk-pauknya yang diproses dengan aplikasi termal (pengalengan) dapat digunakan untuk membuat pangan darurat yang diterima oleh korban, unggul dalam hal kemudahan distribusi dan daya awet yang relatif cukup tinggi. Produk tersedia dalam bentuk paket yang terdiri dari nasi, lauk dan sayur dan dilengkapi dengan air minum. Penelitian yang dilakukan oleh Syamsir et al (2015) menunjukkan bahwa produk ini potensial untuk dikembangkan. Selain karena teknologinya yang relatif mudah, keunggulan dari paket pangan darurat ini memiliki umur simpan yang panjang, komposisi gizi yang lengkap, citarasa yang disukai, dapat langsung dikonsumsi dan lauknya bisa dibuat bervariasi.
Tulisan asli di dalam Web Seafast Center IPB
Pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Peneliti SEAFAST Center IPB
Kondisi darurat terjadi karena bencana alam, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, longsor ataupun yang terjadi karena musim kelaparan, kebakaran, konflik bersenjata dan sebagainya memaksa sebagian masyarakat untuk mengungsi dan tidak dapat hidup secara normal. Sebagai daerah yang sebagian wilayahnya rawan bencana, kondisi darurat sewaktu-waktu juga dapat terjadi di Indonesia. Pada kondisi darurat, masalah pangan menjadi faktor kritis yang penting untuk dicarikan jalan keluarnya. Keberadaan pangan darurat yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi harian pengungsi menjadi sangat penting.
Apa itu pangan darurat? Pangan darurat adalah produk pangan yang dapat langsung dikonsumsi jika terjadi keadaaan darurat. Tujuan pemberian pangan darurat adalah untuk mengurangi timbulnya penyakit atau kematian di antara pengungsi dengan menyediakan pangan yang kandungan gizinya sesuai dengan asupan harian, sampai datangnya bantuan pangan yang lebih lengkap.
Seperti apa pangan darurat di Indonesia? Hingga saat ini, perencanaan dan penyediaan pangan darurat di Indonesia sangat beragam. Bantuan pangan untuk pengungsi didominasi oleh produk instan, seperti mi. Apakah hal ini sudah tepat? Jika dilihat komposisi gizinya, maka produk pangan yang diberikan untuk pengungsi saat ini belum memenuhi kriteria pangan darurat karena komposisi gizinya belum seimbang dan tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian. Pemberian bantuan pangan seperti ini mungkin tidak masalah jika pengungsi masih memiliki akses ke pangan lainnya yang jika dikombinasikan dapat memenuhi kebutuhan gizi harian. Sebaliknya, jika pengungsi hanya mengonsumsi pangan yang diberikan tanpa ada kombinasi dengan pangan yang lain, maka pemberian pangan darurat yang seperti ini menjadi tidak tepat.
Kriteria mampu memenuhi kebutuhan gizi harian pengungsi penting diperhatikan. Distribusi kalori pangan darurat yang ideal menurut Zoumas et al. (2002) berasal dari protein, lemak dan karbohidrat dengan proporsi berturut-turut 10-15%, 35-45% dan 40-50%. Pemberian pangan darurat yang tidak memenuhi kebutuhan gizi harian berpotensi untuk menyebabkan masalah kesehatan pada korban. Kriteria lainnya dari pangan darurat adalah dapat dikonsumsi langsung dan mudah didistribusikan. Semua kriteria ini terutama menjadi sangat penting jika akses terhadap air bersih, peralatan masak dan bahan pangan lain sulit sehingga kelangsungan hidup pengungsi benar-benar tergantung pada pangan darurat yang tersedia.
Di Indonesia, walaupun pangan darurat belum tersedia secara komersial, penelitian terkait pengembangan pangan darurat sendiri sesungguhnya telah banyak dilakukan. Pangan darurat yang pernah dicoba untuk dikembangkan diantaranya adalah produk berupa cookies (Sitanggang dan Syamsir, 2010), food bars (Ladamay dan Yuwono, 2014), pangan semi basah berbasis daging (Christine, 2008), dodol (Syamsir dan Sitanggang, 2011), nasi campur ayam dalam kaleng (Syamsir et al, 2010) dan sup instan (Adiandri et al, 2011). Kelemahan utama dari produk pangan darurat ini adalah secara psikologis tidak menghilangkan rasa lapar, karena besarnya ketergantungan masyarakat terhadap nasi (beras). Beberapa diantaranya juga masih memiliki kendala teknis seperti tidak memenuhi kebutuhan gizi harian, umur simpan terbatas dan kondisinya tidak siap santap.
Alternatif produk pangan darurat berupa nasi lengkap dengan lauk-pauknya yang diproses dengan aplikasi termal (pengalengan) dapat digunakan untuk membuat pangan darurat yang diterima oleh korban, unggul dalam hal kemudahan distribusi dan daya awet yang relatif cukup tinggi. Produk tersedia dalam bentuk paket yang terdiri dari nasi, lauk dan sayur dan dilengkapi dengan air minum. Penelitian yang dilakukan oleh Syamsir et al (2015) menunjukkan bahwa produk ini potensial untuk dikembangkan. Selain karena teknologinya yang relatif mudah, keunggulan dari paket pangan darurat ini memiliki umur simpan yang panjang, komposisi gizi yang lengkap, citarasa yang disukai, dapat langsung dikonsumsi dan lauknya bisa dibuat bervariasi.
Tulisan asli di dalam Web Seafast Center IPB